Selasa, 27 Mei 2008

Learning Memory

Perenialisme

Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)

2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)

3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)

Progresivisme

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Pemikiran Progresivisme

Progresivisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata”, dan juga pengalaman teman sebaya.

Teori Dewey tentang sekolah adalah “Progresivisme” yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajaran itu sendiri. Maka munculah “child centered curriculum” dan “child centered school”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya “my pedagogical creed”, bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Jadi aplikasi ide Dewey adalah anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik dulu, baru peminatan.

Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.

KONSTRUKTIVISME

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan satu pendekatan yang didapati sesuai dipraktikkan dalam pengajaran dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan ini murid dianggap telah mempunyai idea yang tersendiri tentang sesuatu konsep yang belum dipelajari. Idea tersebut mungkin benar atau tidak.

Senin, 21 April 2008

Angket

Lima karakter guru yang saya sukai:
1. Memotivasi
Guru mampu memberikan motivasi/dorongan/semangat bagi siswanya dalam belajar. Selalu mengajarkan untuk tidak mudah putus asa dalam belajar. Terlebih apabila siswa didiknya mengalami kesulitan dalam memahami suatu pelajaran, guru harus benar-benar berperan penting dalam memotivasinya untuk terus berusaha belajar lebih giat lagi.
2. Bersahabat
Guru selalu bisa mengakrabkan dirinya dihadapan siswa-siswinya. Tidak membeda-bedakan muridnya antara yang kaya dan miskin, yang pintar dan yang bodoh, yang cantik dan yang buruk dan lain-lain. Mengajar dengan cara yang sangat bersahabat, artinya walaupun serius namun tetap ada celah-celah santai dalam belajar. Menganggap muridnya seakan-akan seperti anak sendiri sehingga sangat bersungguh-sungguh dalam mengajar dan memberikan yang terbaik bagi siswanya.
3. Humoris
Setelah mengajar dengan serius sehingga menjadikan otak siswanya tegang karena berpikir, guru harus bisa mencairkan suasana dengan sedikit memberikan hiburan bagi siswanya sehingga suasana belajar menjadi tidak membosankan karena dengan ini bisa merefresh otak siswanya.
4. Penyabar
Guru harus sabar dalam mengajar, menghadapi siswanya yang merasa kesulitan dalam memahami pelajaran dan mengajarkannya kembali hingga siswanya mampu memahami betul apa yang diajarkan.
5. Ramah dan Perhatian
Guru yang selalu bisa menampakkan keramahan terhadap siswanya baik didalam kelas maupun diluar kelas. Tidak mudah marah dan selalu menghargai siswanya (tidak merendahkan siswanya, terlebih pada siswa yang kurang pintar). Tidak terlalu menuntut siswanya dalam segala hal. Memberikan kesempatan dan kebebasan bagi siswanya untuk berpendapat. Serta selalu respect dalam perkembangan belajar siswa-siswinya.

Lima karakter guru yang tidak saya sukai:
1. Keras dan Galak
Guru yang sangat mudah marah. Selalu membesar-besarkan masalah yang dibuat oleh siswanya.
2. Malas
Malas dalam mengajarkan kembali pelajaran yang kurang dipahami oleh siswa didiknya. Tidak sabar dalam menghadapi siswa yang kurang mengerti alam pelajaran.
3. Suka Menuntut
Guru yang suka menuntut/memaksa dalam segala hal pada muridnya tanpa mengerti bagaimana keadaan siswanya.
4. Guru yang suka membeda-bedakan antara murid satu dengan murid yang lainnya. Tidak memandang keseluruhan siswanya. Tidak adil dalam mengajar, memfokuskan kepada siswa-siswa yang pintar saja dan melalaikan siswa yang kurang pintar. Serta guru yang tidak mempedulikan perkembangan belajar siswa didiknya.
5. Guru yang mempunyai sifat keras kepala, yang selalu menyalahkan pendapat muridnya apabila pendapat muridnya tidak sama dengan pendapatnya. Padahal, setiap orang tentu mempunyai pemikiran yang berbeda. Ini berarti guru tersebut tidak memberikan kebebasan dan kesempatan muridnya untuk memberikan argumennya. Ini dapat berakibat tidak berkembangnya pemikiran siswa didiknya.

Sabtu, 12 April 2008

John Dewey

  1. Pemikiran John Dewey Tentang Pendidikan
  1. Pengalaman dan Pertumbuhan
  2. Pemikiran John Dewey banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin (1809-1882) yang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu proses, dimulai dari tingkatan terendah dan berkembang maju dan meningkat. Hidup tidak statis, melainkan bersifat dinamis. All is in the making, semuanya dalam perkembangan. Pandangan Dewey mencerminkan teori evolusi dan kepercayaannya pada kapasitas manusia dalam kemajuan moral dan lingkungan masyarakat, khusunya malalui pendidikan.

    Menurut Dewey, dunia ini penciptaannya belum selesai. Segala sesuatu berubah, tumbuh, berkembang, tidak ada batas, tidak statis, dan tidak ada finalnya. Bahkan, hukum moral pun berubah, berkembang menjadi sempurna. Tidak ada batasan hukum moral dan tidak ada prinsip-prinsip abadi, baik tingkah laku maupun pengetahuan.

    Pengalaman (experience) adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan fisik. Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman. Untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi dari keadaan tidak menentu ke arah keadaan tertentu. Pandangan Dewey mengenai pendidikan tumbuh bersamaan dengan kerjanya di laboratorium sekolah untuk anak-anak di University of Chicago. Di lembaga ini, Dewey mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalaman-pengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan keahliannya.

    Sebagai tokoh pragmatisme, Dewey memberikan kebenaran berdasarkan manfaatnya dalam kehidupan praktis, baik secara individual maupun kolektif. Oleh karenanya, ia berpendapat bahwa tugas filsafat memberikan garis-garis arahan bagi perbuatan. Filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran metafisik yang sama sekali tidak berfaedah. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara aktif dan kritis. Dengan cara demikian, filsafat menurut Dewey dapat menyusun norma-norma dan nilai-nilai.

  3. Tujuan Pendidikan

Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, Dewey berpendirian bahwa sistem pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku. Dewey percaya terhadap adanya pembagian yang tepat antara teori dan praktek. Hal ini membuat Dewey demikian lekat dengan atribut learning by doing. Yang dimaksud di sini bukan berarti ia menyeru anti intelektual, tetapi untuk mengambil kelebihan fakta bahwa manusia harus aktif, penuh minat dan siap mengadakan eksplorasi.

Dalam masyarakat industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur komunitas. Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error. Akhirnya, pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju kedewasaan, tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran dan kelanjutan penerang hidup. Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan yang sebenarnya adalah saat kita telah meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada alasan mengapa pendidikan harus berhenti sebelum kematian menjemput.

Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal. Tata susunan masyarakat yang dapat menampung individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana kontrol sosial. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan, Dewey berpendapat bahwa dalam proses belajar siswa harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan pengetahuan.

Karena pendidikan merupakan proses masyarakat dan banyak terdapat macam masyarakat, maka suatu kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan mengandung cita-cita utama dan istimewa. Masyarakat yang demikian harus memiliki semacam pendidikan yang memberikan interes perorangan kepada individu dalam hubungan kemasyarakatan dan mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial.

Dasar demokrasi adalah kepercayaan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Yakni, kepercayaan dalam kecerdasan manusia dan dalam kekuatan kelompok serta pengalaman bekerja sama. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa semua dapat menumbuhkan dan membangkitkan kemajuan pengetahuan dan kebijaksanaan yang dibutuhkan dalam kegiatan bersama.

Ide kebebasan dalam demokrasi bukan berarti hak bagi individu untuk berbuat sekehendak hatinya. Dasar demokrasi adalah kebebasan pilihan dalam perbuatan (serta pengalaman) yang sangat penting untuk menghasilkan kemerdekaan inteligent. Bentuk-bentuk kebebasan adalah kebebasan dalam berkepercayaan, mengekspresikan pendapat, dan lain-lain. Kebebasan tersebut harus dijamin, sebab tanpa kebebasan setiap individu tidak dapat berkembang.

Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbul dalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang dapat menyelesaikan problema dan kesulitan tersebut.

Di dalam filsafat John Dewey disebutkan adanya experimental continum atau rangkaian kesatuan pengalaman, yaitu proses pendidikan yang semula dari pengalaman menuju ide tentang kebiasaan (habit) dan diri (self) kepada hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, dan kembali lagi ke pendidikan sebagai proses sosial. Kesatuan rangkaian pengalaman tersebut memiliki dua aspek penting untuk pendidikan, yaitu hubungan kelanjutan individu dan masyarakat serta hubungan kelanjutan pikiran dan benda.

Teori Maslow

Hirarki Kebutuhan Maslow

Ada sebuah loncatan pada piramida kebutuhan Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan mencapai aktualisasi diri. Kebutuhan itu sama sekali berbeda dengan keempat kebutuhan lainnya, yang secara logika mudah dimengerti. Tapi mengapa setelah seseorang mencari pengakuan, mencari penghormatan lalu mencari jati diri? Mengapa? Dan bagaimana prosesnya? Seakan-akan ada missing link antara piramida ke-4 dengan puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika. Pada saat Bill Gates mengundurkan diri dari Microsoft Corp semua orang bingung, mengapa orang paling kaya sedunia, paling berkuasa dengan uangnya, paling berpengaruh, paling dihormati karena prestasi dan kekuatannya, tiba-tiba mengundurkan diri pada usia muda. Dia lalu mengurusi yayasan sosial korban HIV/AIDS. Ini comtoh nyata suatu lompatan logika. Dia rela melepaskan kekuasaan dan kekayaan, untuk kegiatan sosial. Kok bisa? Apa isi dunia kehidupan setelah uang dan materi? Bagaimana proses Bill Gates mencapai aktualisasi diri dengan tidak lagi peduli dengan uang dan kekuasaannya? Berarti ada kebutuhan lain di luar kebutuhan hidup untuk memiliki makanan, rasa aman, cinta dan pengakuan. Ada piramida kebutuhan selain kebutuhan duniawi, yaitu kebutuhan jiwa. 1. Kebutuhan hidup ala Abraham Maslow tidak bisa menjelaskan mengapa banyak orang miskin yang bahagia. Mereka tidak terpengaruh oleh perbedaan jenis makanan, minuman atau rumah yang ditempati. Orang miskin bahagia seperti menunjukkan bahwa kebutuhan dasar hidup bukan seperti piramida Maslow. 2. Banyak orang yang sangat membutuhkan rasa cinta, semuanya sangat menyukai membahas masalah cinta, mengekspresikan cinta, tapi makin dalam cinta terasa semakin membuat sakit. Aneh, manusia butuh rasa cinta tapi semakin mendalam rasa cinta kok malah menyakitkan akibatnya, seolah-olah bukan itu yang sejati. Bukan itu yang sesungguhnya dibutuhkan. Lalu cinta yang bagaimana? 3. Seharusnya, hakekat hidup manusia adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Maka ketika seseorang sudah memenuhi kebutuhannya, seharusnya dianggap lebih tinggi atau dihormati. Kenyataannya orang kaya, orang yang mengagung-agungkan cinta malah dibenci. Banyak orang kaya yang dibenci kan? Orang-orang yang mengagungkan cinta seperti Julius Caesar malah dibunuh dan tidak dihormati. Lalu kalau demikian, buat apa manusia memenuhi kebutuhannya? Untuk apa? Seolah ada paradoks dalam hal ini. 4. Banyak sekali kejadian-kejadian yang ekstrim terjadi pada usia Midlife crisis (krisis di pertengahan usia hidup) biasanya pada umur 40 tahun. Kebanyakan mereka cenderung mengalami jebakan, seperti misalnya: kawin lagi, atau merasa hidupnya kesepian, terasa hampa. Seolah mengejar kebutuhan materi, menjadi kaya, butuh rasa dicintai menjadi momok di dalam perjalanan hidup kita. Akhirnya menjadi sia-sia. Sungguh aneh, mengapa orang yang berjuang seumur hidupnya, memiliki kekuasaan, memiliki segalanya, bisa terjebak Midlife crisis. Seolah-olah ada yang salah dengan hal-hal yang dikejar selama ini, karena berujung pada hal yang sia-sia. 5. Kitab suci mengatakan, "Manusia tidak hanya makan dari roti". Nah, kalau manusia tidak hanya membutuhkan roti untuk makanan dalam hidup, lalu apa kebutuhan manusia yang sesungguhnya?

People conform to the Laws of the Earth. The Earth conforms to the Law of Heaven. Heaven conforms to the Way (Tao) The Tao conforms to its own nature. - Lao Tzu –

Kebutuhan Jiwa

Apakah kebutuhan jiwa itu? Mengapa kita perlu mengerti kebutuhan jiwa ? Untuk apa? Dan apa peranannya dalam mengembangkan diri kita seutuhnya ehingga bisa tahu kemana jalan hidup menuju, sehingga tidak tersesat ? Tubuh kita memerlukan fisik dan nutrisi untuk tumbuh, demikian juga jiwa. Jiwa membutuhkan nutrisi yang berbeda. Bila percaya bahwa kehidupan dalah perjalanan jiwa, maka semua pengalaman hidup sehari-hari adalah human experience yang berpengaruh terhadap pertumbuhan jiwa sehingga menjadi lebih besar. Kita semua diberi suatu talenta atau berkah dari Sang Pencipta. Yang menjadi tantangan adalah menemukan talenta tersebut dan memberikannya kepada orang lain agar jiwa kita semakin tumbuh berkembang. Tapi meski kita memberikan "nutrisi kepada jiwa kita" dengan memberikan hal yang kita miliki kepada orang lain, kita tidak akan dapat memberikan cinta kasih jika kita tidak menerima cinta kasih; terutama dengan perasaan dan empati, dalam memberikan sesuatu kepada orang lain dan sebaliknya. Setiap manusia harus belajar keras untuk menyeimbangkan diri, dalam berhubungan dengan sekeliling, dan juga pemenuhan diri sendiri (Ego). Jangan sampai, memberi makan jiwa dengan cara memberi kepada orang lain, justru membebani ego. Memulai dengan mencintai keluarga sendiri dengan tulus, dapat membantu pertumbuhan jiwa. Orang tua misalnya dapat memberikan cinta yang tulus kepada anaknya. Lalu setelah semua anak-anaknya besar, dapat memberikan perhatiannya kepada masyarakat sekitar dan tentunya kepada dunia. Selain kasih yang tulus dalam memberi nutrisi jiwa, beberapa hal penting untuk kebutuhan jiwa adalah: • Sifat Pemaaf • Keberanian • Kesabaran • Iman • Empati • Murah Hati • Kebijaksanaan

Jumat, 11 April 2008

Kreatifitas Remaja

Kreatifitas merupakan suatu sifat yang didalamnya ada beberapa kegiatan yang sangat bermanfaat. Kegiatan yang dilakukan didalanya biasanya berupa kegiatan menciptakan sesuatu yang tentunya mengandung banyak manfaat.
Salah satu bentuk kreatifitas diantaranya adalah tentang kegiatan pemanfaatan kertas-kertas bekas, yang sudah tidak terpakai lagi, yang biasanya dianggap sudah tidak mempunyai nilai lagi. Dari kertas-kertas bekas ini, kita bisa mengubahanya menjadi sebuah barang yang bernilai dan bermanfaat. Yakni dengan langkah-langkah yang awalnya mengumpulkan semua kertas-kertas bekas yang kita punya. Lalu kita rendam dalam air selama beberapa hari sampai semua kertas-kertas tersebut telah berubah menjadi bubur kertas karena kesemua kertas-kertasnya sudah menyatu. Setelah itu, kita bisa membentuknya sesuai dengan yang kita inginkan atau kita bisa meratakannya seperti kertas karton lebar. Setelah itu, kita jemur dibawah sinar matahari. Setelah kering, bubur kertas yang tadi kita bentuk seperti karon lebar kita bisa memotong-motongnyamenjadi suatu bentuk yang kita inginkan. Produk-produk yang bisa kita hasilkan dari kertas daur ulang ini diantaranya adalah tempat pensil, frame foto, notebook, dompet, tas, dan lai-lainnya yang tentunya akan menjadi suatu barang yang indah, bermanfaat, dan yang paling penting adalah mempunyai nilai. Ini merupakan suatu kegiatan yang baik dimana kita bisa memproduksikan suatu barang yang bermanfaat dari sesuatu yang dianggap tidak bermanfaat.
Selain dari kertas-kertas bekas, kita juga bisa mengapresiasikan jiwa kreatifitas kita dengan bahan mute. dimana seperti yang kita ketahui, mute-mute ini bentuknya sangat kecil. Dari benda ini, kita bisa membentuknya menjadi tas, gantugan kunci, tempat pensil, hiasan dinding dan berbagai benda yang menarik lainnya. Pengalaman kreatifitas dimasa remaja saya adalah pada pembuatan benda-benda dari mute-mute ini. Pengalaman ini saya dapatkan ketika saya masih duduk dikelas tiga SMP. Ketika itu, guru KTK saya mengajari bagaimana membuat sesuatu dari benda kecil ini. Benda yang saya buat pada saat itu adalah sebuah gantungan kunci. Awalnya, saya merasa kesulitan untuk mengikuti tahap demi tahap langkah-langkah pembuatan yang harus saya ikuti. Tapi, dengan penuh kesabaran dan usaha saya, sayabisa membuatnya sesuai dengan yang dicontohkan oleh guru saya. Ketika itu, saya merasa sengan, karena ini pengalaman kreatifitas dimasa remaja saya setelah sebelumnya saya bisa membuat kartu lebaran sendiri dari kertas-kertas yang sudah tidak terpakai lagi.

Perkembangan Remaja Diri

Perkembangan remaja yang akan saya tuliskan pada kali ini adalah masa-masa dimana saya masih baru masuk SMA dan masuk pada suatu Pondok Pesantren di Jakarta.
Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat SMP, saya melanjutkan ke sebuah Madrasah Aliyah Swasta di suatu daerah di Jakarta Timur sekaligus masuk sebagai santri baru pada Pesantren Al-Kenaniyah. Inilah awl perjalanan hidup saya dimana saya harus berpisah dari orangtua. Di Pondok Pesantren ini, saya mendapatkan banyak pengalaman-pengalaman baru. Pada awal saya masuk di PP ini, saya merasa sangat sulit untuk bisa mengadaptasikan diri pada tempat yang bisa dikatakan masih sangat baru bagi saya, yang didalamnya terdapat tempat, suasana, kegiatan, teman, guru, dan segalanya yang serba baru dimata saya. Saya merasa sangat sulit untuk bisa merasakan kenyamanan pada tempat ini. Tiga tahun waktu yang harus saya jalani di PP ini, saya baru bisa merasakan adanya sebuah kenyamanan didalamnya setelah saya menjalani satu tahun. ini berarti, saya baru merasa bisa mengkondisikan diri saya pada tempat ini setelah saya memasuki tahun kedua saat saya masuk kelas dua Aliyah. Satu tahun pertama saya disana merupakan masa-masa tersulit bagi saya untuk bisa mengkondisikan diri pada PP ini. Dimana saya harus mulai bisa mengenal tempat baru yang tentunya dengan suasana yang baru pula, berbagai peraturan yang diterapkan pada PP ini, serta harus bisa menerima karakter teman-teman baru saya yang tentunya mereka juga belum mengenal siapa sebenarnya diri saya, dimana saya adalah salah satu remaja yang mempunyai sifat sedikit pemalu, sensitif, kurang percaya diri dan sifat-sifat lain pribadi saya.
Bagi saya, masa-masa dimana saya harus menjalani kehidupan di sebuah pesantren adalah masa dimana saya harus bisa memulai untuk bisa hidup mandiri yang didalamnya berarti saya harus bisa menghadapi dan menyelesaikan segala masalah saya sendiri dengan berbagai cara saya sendiri.
Disinilah proses perkembangan diri saya dimasa remaja. Dimulai dari yang awalnya saya masih belum bisa mandiri, masih belum bisa untuk menyelesaikan sediri berbagai masalah saya menuju pembelajaran untuk mendewasakan diri serta berani untuk turun behadapan dengan orang-orang yang tentunya dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda.

Perkembangan Remaja

Memahami Aspek-aspek Penting Perkembangan Remaja
Dalam hidupnya, setiap manusia akan mengalami berbagai tahap perkembangan. Dan salah satu tahap perkembangan yang sering menjadi sorotan adalah ketika seseorang memasuki usia remaja. Betapa tidak? Usia remaja adalah gerbang menuju kedewasaan, jika dia berhasil melalui gerbang ini dengan baik, maka tantangan-tantangan di masa selanjutnya akan relatif mudah diatasi.

Begitupun sebaliknya, bila dia gagal maka pada tahap perkembangan berikutnya besar kemungkinan akan terjadi masalah pada dirinya. Oleh karena itu, agar perkembangannya berjalan dengan baik, setidaknya ada lima aspek penting yang harus dicermati, baik oleh orang tua, pendidik, maupun si remaja itu sendiri.

1. Kondisi fisik
Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya mereka mempunyai standar-standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar cantik adalah berpostur tinggi, bertubuh langsing, dan berkulit putih.
Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik seideal itu. Karenanya, remaja mesti belajar menerima dan memanfaatkan seperti apapun kondisi fisiknya dengan seefektif mungkin.

Remaja perlu menanamkan keyakinan bahwa keindahan lahiriah bukanlah makna yang sesungguhnya dari kecantikan. Kecantikan sejati justru bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik. Seperti kata pepatah: Beauty is not in the face, beauty is a light in the heart (kecantikan bukan pada wajah, melainkan cahaya dari dalam hati). Bahkan dalam Islam, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk tubuhmu dan harta-hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amal-amalmu." (HR Muslim)

2. Kebebasan emosional
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional. Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Tak heran, sebab dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja memang senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya diakui dan disejajarkan dengan orang dewasa, dalam kedudukannya yang bukan lagi sekadar objek.

Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dengan orang tua, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan membangun rasa saling pengertian, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain.

Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan bertukar pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu bersama-sama, di mana orang tua dapat menempatkan dirinya dalam situasi remaja, dan sebaliknya. Menurut Gordon, inti dari metode pemecahan konflik yang aman antara orang tua dan anak adalah dengan menjadi pendengar aktif.

3. Interaksi sosial
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga dia mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh lingkungannya. Dengan demikian, maka diharapkan dia dapat memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai dengan kenyataan (tidak dikurangi atau dilebih-lebihkan).

Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah, dalam bukunya Kebebasan Wanita, pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam dua ekstrem, yakni terlalu sensitif (menutup diri) atau terlalu bebas. Konsep pergaulan semestinya lebih ditekankan kepada hal-hal positif, seperti untuk mempertegas eksistensi diri atau guna menjalin persaudaraan serta menambah wawasan yang bermanfaat.

4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia sesungguhnya bersifat laten. Artinya, ia harus digali dan terus dirangsang agar keluar secara optimal. Dengan demikian, akan terlihat sejauh mana potensi yang ada dan di jalur mana potensi itu terkonsentrasi, untuk selanjutnya diperdalam hingga dapat melahirkan karya yang berarti.

Dengan mengetahui dan menerima kemampuan diri secara positif, maka seorang remaja diharapkan lebih mampu menentukan keputusan yang tepat terhadap apa yang akan ia jalani, seperti memilih sekolah atau jenis kegiatan yang akan diikutinya.

5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan dengan sikap yang positif, optimis, spontan, bahagia, serta penuh gairah dan vitalitas.

Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban, akan memiliki jiwa yang sakit (sick soul). Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung serta tertekan.

Bagi keluarga Muslim, nampaknya harus mulai ditanamkan pemahaman bahwa di usianya si remaja sudah termasuk baligh. Artinya dia sudah taklif, atau bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban agama serta menanggung sendiri dosa-dosanya apabila melanggar kewajiban-kewajiban tersebut. Dengan pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama, maka lingkungan yang buruk tidak akan membuatnya menjadi buruk. Bahkan boleh jadi, si remaja sanggup proaktif mempengaruhi lingkungannya dengan frame religius.